OPINI
Bisnis MLM??? Gak deh…..!
Oleh: aryan danil Mirza. BR (mahasiswa P. ekonomi Unila)
Baru baru ini banyak sahabat mahasiswa yang bertanya kepada saya
mengenai bisnis "MLM" alias Multi level marketing. B ahkan ada beberapa
orang yang secara terang-terangan mengajak saya untuk bergabung dalam
jaringan MLM yang dimilikinya. sayapun tersenyum simpul dibuatnya.
apalagi ketika dia beralasan bahwa Rosul SAW dan para sahabat pun
melakukan Multi Level marketing pahala dalam berdakwah.
Entah
mau dijawab dari sisi etika profesional bisnis atau mau dijawab dari
sisi agama terlebih dahulu, sejujurnya saya kurang berkompeten dalam hal
ini, namun jawabannya saya tetap sama yaitu: “ maaf, saya tidak
berminat. kenapa? justru pertanyaan itulah yang mestinya saya lontarkan
kepada orang orang yang berkecimpung dalam dunia Multi level marketing,
mengapa saya mesti ikut bergabung dalam MUlti Level Marketing.
Sekedar info, buat sahabat sahabat yang baru mendengar istilah multi
levell marketing, adalah sejenis bisnis jaringan yang mengharuskan kita
merekrut orang lain untuk bergabung sebagai kaki kaki downline kita
untuk dapat menghasilkan profit keuntungan, dan biasanya terdapat biaya
pendaftaran yang cukup besar untuk dapat bergabung sebagai agen MLM
tersebut. dan yang menjadi pertanyaan etiskah dalam dunia bisnis
perilaku seperti ini
Kalau kita lihat sepintas, sepertinya
bisnis Multi Level marketing tidak ada masalahnya. tapi jika kita
mencoba menelaah lebih kritis lagi, maka akan timbul suatu clash income
antar masing masing agen MLM itu sendiri. bayangkan saja apakah etis
jika orang lain yang bekerja mati matian sebagai downline kaki di bawah
kita, sementara yang turut menikmati 1/2 profitnya? dan disisi lain
kita tidak melakukan pekerjaan apapun selain merekrutnya sebagai
downline kita.
Mungkin para pentolan MLM akan menjawab,:
“Bukankah kita sudah bekerja dengan merekrutnya susah payah agar
bergabung dengan jaringan yang kita miliki, so wajar dong kalau sekarang
kita yang menikmati hasilnya. Toh memang sistemnya yang mengharuskan
demikian?” lalu apakah wajar pula jika selama 1 bulan kalian hanya
ongkang angking kaki di rumah dan downline kalian tersuruk suruk
bekerja, kemudian kalian mendapatkan komisi, yang mana kalian tidak
memiliki andil dalam jerih payah downline kalian tadi?’ Hal yang naïf
memang, senaif jawaban saya kepada aktivis MLM.
Kemudian
masalah lain yang timbul adalah, ketika seorang agen MLM telah membayar
sedemikian besar untuk registrasi MLM ini, dan dia tidak mampu merekrut
anggota lain sebagai downline dibawahnya maka pada hakikatnya Ia telah
rugi sebesar biaya registrasi jaringan tadi.
Saya terenyuh
ketika salah seorang sahabat saya di Bogor bercerita bahwa Ia telah
terlanjur bergabung dengan salah satu jaringan MLM, yang dia diharuskan
membeli produk barang senilai jutaan rupiah, dan pada akhirnya dia tidak
mampu mengajak orang lain karena bisa jadi sebab keterbatasan kemampuan
marketing yang dimilikinya. Maka seperti yang saya katakan tadi
sebelumnya bahwa Ia telah rugi jutaan rupiah, seharga produk yang mesti
ia beli sebagai syarat registrasi.
Kalau boleh saya katakan
secara jujur bahwa bergabung dengan bisnis MLM adalah sebuah perjudian.
Walaupun ada yang mengatakan bahwa bisnis itu seperti berjudi, suatu
saat kita bisa kaya mendadak atau miskin melarat. Namun untungnya itu
baru seperti, tidak dengan MLM yang notabene jelas jelas berjudi
mengundi nasib. Syukur syukur kalau kita mampu merekrut orang lain
(terlepas dari cara merekrutnya yang benar atau tidak) kita akan
mendapatkan profit. Nah kalau tidak? Bukan untung yang diraih, tapi
malah buntung seperti yang dialami oleh sababat saya tadi.
Dan
yang paling utama bisnis dalam MLM mengandung ketidakpastian, meskipun
semua bisnis tidak ada yang namanya pasti, tapi levelnya tidak separah
dalam system MLM. Padahal secara hakikat tujuan dari distributor menjual
produk dengan system MLM adalah agar produknya yang pada awalnya tidak
terkenal dan belum memiliki brand image itu dapat terjual dengan laris
dan cepat.
So, kalau memang tujuannnya demikian, mengapa tidak
menjual dengan cara yang lurus lurus saja tanpa adanya tipu daya dalam
transaksi didalamnya. Sistem yang salah tidak akan mampu bertahan lama.
Dan secara jujur harus kita akui, system dalam Multi Level Marketing
dibuat bukan untuk investasi yang mampu bertahan jangka panjang. Sampai
saat ini, di Indonesia belum ada satupun bisnis MLM yang bertahan selama
20 tahun. Kebanyakan 5 tahun-10 tahun perusahaannya sudah tutup. Entah
karena bangkrut atau sengaja tutup perusahaan demi menghindari resiko
kerugian. Sebutlah misalnya CNI, UFO, dan lain sebagainya.
Mengapa bisa terjadi demikian? Sebab system yang berlaku di MLM adalah
hanya pucuk pucuk dari tingkatan jaringanlah yang memperoleh keuntungan
maksimal. Sementara akar akar dari jaringan MLM tersebut hanya menikmati
remah remah dari sisa MLM yang masih bisa dipunguti. Semakin banyak
orang yang bergabung, maka semakin untung pucuk pimpinan jaringannya dan
ini berbanding terbalik dengan akar akar jaringan dibawahnya.
Terakhir, simple saya akan menutup pandangan mengenai MLM dari sisi
agama sebagaimana yang saya sebutkan di awal tadi tentang mengapa untuk
tidak berbisnis MLM. Begitu banyak hadist hadist shohih yang terlontar
mengenai permua’malahan, sampai sampai Imam Muslim r.a. membuat bab
khusus dalam kitab shahihnya mengenai permua’malahan. Dari sekian banyak
hadist tersebut, cukup satu saja yang akan kita hidangkan dalam tulisan
sederhana ini.
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan
melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar
(spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
Di dalam MLM banyak
terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada
kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli
produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri
tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau
malah merugi.
Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini,
sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah,
diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan Kemudian
dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi, Maupun oleh ‘MAJELIS
ULAMA INDONESIA (MUI). Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar